Beranda » Sejarah Lamandau

Sejarah Lamandau

Kabupaten Lamandau terbentuk dari hasil pemekaran wilayah kabupaten Kotawaringin Barat, berdasarkan UU nomor 5 Tahun 2002. Melalui proses yang sangat panjang dan rumit, serta kerjasama banyak pihak sehingga KabupatenLamandau bisa terbentuk dan berjalan sampai hari ini.

A. KECAMATAN NANGA BULIK SEBELUM ERA KEMERDEKAAN

Pada awalnya yaitu pada tahun 1918, Nanga Bulik hanya dihuni oleh 10 kepala keluarga yang menempati 6 buah rumah yang masih merupakan sebuah dukuh/dusun yang sangat kecil, sedangkan pemberian nama Nanga Bulik karena dukuh atau tempat pemukiman sekelompok masyarakat itu berada di muara/nanga sunga bulik. Dukuh Nanga Bulik tersebut adalah pedukuhan masyarakat dari kerajaan Kotawaringin yang termasuk wilayah Raja Kotawaringin yang bernama Sultan Balaluddin.

Melihat letak geografisnya yang sangat strategis serta sumber daya alamnya yang sangat berlimpah, maka pemerintahan Belanda serta Kesultanan Kotawaringin menganggap perlu menempatkan seorang perwakilan kerjaan yang pada waktu itu dipercayakan kepada salah seorang pangeran yaitu Pangeran Jangkang untuk mengendalikan tata kehidupan masyarakat sebagai seorang pasedor atau setingkat pembantu camat, dengan wilayah kekuasaaan meliputi desa-desa yang berada di DAS Lamandau, Bulik, Menthobi, Palikodan, Belantikan, Delang dan Batangkawa atau yang kita kenal dengan kecamatan Bulik, Lamandau dan Delang.

Penempatan seorang pasedor di Nanga Bulik oleh pemerintah Belanda dan Kesultanan Kotawaringin didasari oleh beberapa pertimbangan sebagai berikut:

  • Nanga Bulik merupakan titik sentral yang bisa dijangkau baik melalui jalur sungai maupun jalur darat dari desa-desa di sekitarnya dan merupakan pinTu gerbang perekonomian masyarakat dari DAS Lamandau, Bulik, Menthobi, Palikodan, Belantikan, Delang dan Batangkawa.
  • Posisi Nanga Bulik sangat strategis serta didukung oleh berbagai sumber daya alam yang berlimpah baik hasil hutan, perkebunan, peternakan, pertambangan serta flora dan fauna yang bisa dimanfaatkan sebagai sumber kehidupan dan kesejahteraan masyarakat dari ketujuh DAS yang berada di wilayah pasedor Nanga Bulik tersebut.
  • Eratnya ikatan sejarah dan tali persaudaraan yang dapat dilihat dari asal-usul dan adat istiadat yang serumpun, hal ini merupakan modal dasar rasa kebersamaan yang merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan dari sejarah peradaban manusia, khususnya sejarah peradaban masyarakat pedalaman Bulik, Lamandau dan Delang (BULANG).
  • Untuk lebih mempermudah serta mendekatkan jangkauan pelayanan pemerintah kerajaan Kotawaringin kepada masyarakat pedalaman saat itu.

Memperhatikan prospek yang cukup menjanjikan untuk kemajuan suatu daerah, atas pertimbangan dari pemerintah Belanda, maka pada tahun 1920, pemerintahan kerajaan Kotawaringin meningkatkan Nanga Bulik yang semula diduduki oleh seorang pasedor menjadi wilayah ONDER DISTRIK (sekarang setingkat kecamatan) dengan onder ERENS SANDAN sebagai onder pertama kemudian Onder MARTIN ASSAN sebagai onder kedua selanjutnya Onder SAMAN sebagai Onder ketiga dan Onder GUSTI HAMIDAN sebagai Onder keempat (Onder terakhir).

Selanjutnya pada tahun 1939, istilah onder Distrik Nanga Bulik dirubah menjadi Kecamatan Nanga Bulik dengan wilayah yang sama dengan Wilayah Onder Distrik dan merupakan satu-satunya kecamatan yang ada di Kotawaringin pada saat itu. Kecamatan Nanga Bulik pada waktu itu dipimpin oleh seorang Camat yang merupakan putra terbaik Kecamatan Nanga Bulik kelahiran Kudangan bernama PANGARUH dan oleh raja Kotawaringin atas jasa dan ketokohan beliau diberi gelar MAS KAYA PATINGGI AGUNG MANGKU ARAI atau lebih popular dengan panggilan CAMAT MASKAYA. Kepemimpinan MASKAYA PANGARUH telah menghantarkan Kecamtan Nanga Bulik sampai kepada alam kemerdekaan yaitu sampai dengan tahun 1952.

B. KECAMATAN NANGA BULIK PADA ERA KEMERDEKAAN

1. Era orde Lama

Setelah bangsa Indonesia memperoleh kemerdekaannya, sudah barang tentu banyak persoalan yang harus dijawab, banyak tantangan yang harus diselesaikan terutama dalam rangka menyusun tatanan kehidupan berbangsa, bernegara dan bermasyarakat, dengan berbagai kajian perubahan demi perubahan terus dilakukan, perbaikan demi perbaikan terus dijalankan sampai berbagai daerah-daerah. Sehingga pada tahun 1952 Kewedanaan Pangkalan Bun (dulu Kesultanan Kotawaringin) menata kembali Tata Pemerintahan dan Kemasyarakatan di wilayah kewedanaan Pangkalan Bun yaitu dengan membentuk 4 (empat) buah kecamatan, yaitu:

  •         Kecamatan Kotawaringin Barat dengan ibukotanya Sukamara
  •         Kecamatan Kotawaringin Selatan dengan ibukotanya Pangkalan Bun
  •         Kecamatan Kotawaringin Utara dengan ibukotanya Tapin Bini
  •         Kecamtan Kotawaringin Timur dengan ibukotanya Nanga Bulik

Kemudian pada tahun 1960 Kewedanaan Pangkalan Bun dimekarkan menjadi Daerah Swatentra Tingkat II dengan nama Kabupaten Kotawaringin Barat dan seiring dengan itu pula maka masing-masing kecamatan yaitu Kecamatan Kotawaringin Barat dimekarkan menjadi Kewedanaan Sukamara, Kecamatan Kotawaringin Selatan menjadi kewedanaan Pangkalan Bun.

Sedangkan Kotawaringin Utara dan Kecamatan Kotawaringin Timur dimekarkan atau digabung menjadi kewedanan Nanga Bulik yang meliputi wilayah desa-desa di sepanjang DAS Lamandau, Bulik, Menthobi, Palikodan, Belantikan, Delang dan Batangkawa bahkan termasuk Desa Kenawan dan Laman baru (sekarang masuk wilayah Kecamatan Balai Riam Kabupaten Sukamara).

Sedangkan yang ditunjuk sebagai Wesana pertama adalah Bapak. AKHMAD SAID, kemudian digantikan oleh Bapak Y.M.NAHAN sebagai Wedana yang kedua/terakhir. Adapun  Kewedanaan Nanga Bulik (bukan Kewedanaan Bulik) berakhir pada tahun 1965 dan kembali menjadi wilayah Kecamatan Bulik.

2. Era Orde Baru

Pada era Orde Baru Pemerintah Indonesia kembali melakukan penataan terhadap tata pemerintahan dan kemasyarakatan, hal itu ditandai dengan terbitnya Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Pemerintahan di Daerah, sehingga pada saat itu pula daerah-daerah eks Kewedanaan ditingkatkan menjadi Wilayah Administratif (Pembantu Bupati). Hal ini bagi masyarakat Kecamatan Bulik, Lamandau dan Delang yang merupakan Eks wilayah Kewedanaan Nanga Bulik adalah merupakan harapan yang sangat menggembirakan. Namun pada masa  Orde Baru harapan itu ternyata hanya sekedar angan yang harus berakhir diujung mimpi, karena kawedanan Nanga Bulik tidak dijadikan sebagai Wilayah Pembantu Bupati.

3. Era Reformasi

Sebagai jawaban atas semua tuntutan kebutuhan masyarakat akan adanya perubahan dan peningkatan pelayanan Pemerintahan kepada masyarakat serta seiring dengan semangat Reformasi, maka pada saat pemerintahan Presiden BJ. Habibie telah diterbitkan Undang-Undang Nomor 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah yang salah satu Diktumnya mengatur tentang pemekaran suatu daerah. Hal ini khususnya bagi masyarakat pedalaman Bulik, Lamandau dan Delang (Eks Kewedanaan Nanga Bulik) merupakan harapan baru dan setelah melalui penantian yang panjang, atas Rahmat Tuhan Yang Maha Esa serta berkat perjuangan seluruh tokoh dan komponen masyarakat pedalaman Bulik, Lamandau dan Delang baik yang ada di daerah maupun yang berada di perantauan harapan itu akhirnya menjadi kenyataan.

C. PEMBENTUKAN KABUPATEN LAMANDAU

Pembentukan Kabupaten Lamandau diawali dengan pertemuan Pemerintah Kabupaten Kotawaringin Barat dengan seluruh Camat serta Tokoh Masyarakat dan Tokoh Pemuda se-Kabupaten Kotawaringin Barat di Aula kantor Bupati Kabupaten Kotawaringin Barat pada tanggal 10 Nopember 1999 yaitu dalam rangka Sosialisasi tentang rencana Pemerintah Kabupaten Kotawaringin Barat memekarkan Kabupaten Kotawaringin Barat menjadi 2 (dua) sedangkan yng menjadi utusan dari Kecamatan Bulik, Lamandau dan Delang adalah :

Kecamatan Bulik:

  1.     NUBARI B. PUNU, BA. (Camat Bulik)
  2.     H. ARSYADI MADIAH ( Tokoh Pemuda)
  3.     DARMAWI JUWAHIR (Tokoh Masyarakat)

Kecamatan Delang:

Untuk Kecamatan Delang diwakili oleh Drs. KARDINAL selaku Camat Delang.

Kecamatan Lamandau:

Untuk kecamatan Lamandau tidak ada utusan dan secara kebetulan Camat Lamandau yaitu SILAS KADONGKOK, BA, berhalangan / tugas keluar Daerah.

Pada pertemuan tersebut dijelaskan tentang rencana Pemerintah Kabupaten Kotawaringin Barat untuk meningkatkan status daerah Pembantu Bupati Sukamara menjadi Kabupaten Sukamara, sehingga Kabupaten Kotawaringin Barat dengan Ibukotanya tetap Pangkalan Bun dan Kabupaten Sukamara dengan Ibukotanya Sukamara, pada saat itu juga dijelaskan bahwa wilayah Kabupaten Sukamara meliputi seluruh wilayah Kecamatan Sukamara, Kecamatan Jelai, Kecamatan Balai Riam kemudian termasuk wilayah Kecamatan Bulik, Kecamatan Lamandau dan Kecamatan Delang sebelah kiri sungai Lamandau dan sungai Batangkawa. Mencermati kebijakan tersebut, utusan dari Kecamatan Bulik dan Kecamatan Delang mengambil sikap tidak bersedia menandatangani / menolak kebijakan yang disosialisasikan oleh Pemerintah Kabupaten Kotawaringin Barat tersebut.

Sekembalinya dari pertemuan tersebut, pada tanggal 11 Nopember 1999 oleh Utusan Masyarakat Bulik hasil pertemuan tersebut diinformasikan kepada para Tokoh masyarakat yang ada di Nanga Bulik yaitu kepada Bapak Tedan Usith, Bapak H. Muchlisin dkk, termasuk kepada salah seorang Anggota DPRD Kabupaten Kotawaringin Barat yang mewakili Kecamatan Bulik yaitu saudara TOMMY HERMAL IBRAHIM, secara kebetulan pada saat itu berada di Nanga Bulik, setelah mendengar penjelasan dari Bapak H. ARSYADI MADIAH dan Bapak THEDAN USITH, maka melalui Bapak H. Arsyadi Madiah dan Bapak Thedan Usith, Saudara Tommy Hermal Ibrahim berpesan kepada Bapak Camat Bulik supaya dalam waktu singkat segera mengundang seluruh Kepala Desa se-Kecamatan Bulik dan membuat pernyataan sikap “menolak bergabung dengan Kabupaten Sukamara dan mengusulkan pembentukan Kabupaten sendiri yaitu Kabupaten Lamandau”.

Menyikapi hal tersebut diatas, para tokoh masyarakat yang ada di Nanga Bulik secara intensif melakukan musyawarah serta mengambil langkah dalam rangka mempersatukan visi dan misi tentang rencana pembentukan Kabupaten sendiri yaitu Kabupaten Lamandau.

Sebagai tindak lanjut dari rencana tersebut atas inisiatif bersama, maka pada tanggal 20 November 1999 para Tokoh Masyarakat, Tokoh Pemuda, Tokoh Agama, yang berada di Nanga Bulik, serta para unsur Muspika Kecamatan Bulik dan Saudara Tommya Hermal Ibrahim melakukan musyawarah sekaligus jejak pendapat yang diprakarsai oleh Bapak H. Muchlisin, Bapak Thedan Usith, Bapak Darmawi Juwahir, Bapak H. Aryadi Madiah dan Bapak Andreas Nahan, S.IP di Aula kantor Camat Bulik. Pada jejak pendapat tersebut akhirnya menghasilakan 97,36% menginginkan pembentukan kabupaten sendiri yaitu Kabupaten Lamandau dan Nanga Bulik sebagai ibukotanya.

Kemudian dalam musyawarah tersebut juga telah menghasilkan beberapa kesepakatan antara lain:

Untuk menghimpun, mengolah, serta memperjuangkan aspirasi masyarakat berkaitan dengan rencana Pembentukan Kabupaten Lamandau tersebut, maka perlu membentuk sebuah wadah perjuangan yaitu Forum Komunikasi Masyarakat Pedalaman Bulik, Lamandau dan Delang (FKMP-BULANG) di masing-masing Kecamatan sebagai cabang, sedangkan Pengurus Pusat berada di Pangkalan Bun dengan alasan untuk mempermudah komunikasi dengan Masyarakat di Daerah dengan tokoh Masyarakat di perantauan. Untuk cabang Kecamatan Bulik ditunjuk sebagai Ketua adalah Bapak H. Muchlisin dan Saudara Andreas Nahan, S.IP sebagai Sekretaris, sedangkan sebagai perwakilan Kecamatan Lamandau yaitu Saudara Drs. Frans Evendi dan Kecamatan Delang yaitu Saudara Imanuel Gerzon.

Memberi mandat kepada Pengurus Pusat FKMP-BULANG untuk membentuk Panitia Pelaksana Musyawarah Bersama dalam rangka pembentukan Panitia Persiapan Pembentukan Kabupaten Lamandau.

Sebagai tindak lanjut dari hasil rapat tersebut Pengurus Pusat FKMP-BULANG segera melaksanakan rapat pembentukan Panitia Pelaksanaan, rapat dilaksanakan di rumah Saudara Hasburrahman / Roman Sebanyak dua kali, pada rapat yang kedua barulah Panitia Pelaksanaan terbentuk dengan ketua Bapak Mozes Pause, SH dan Tommy Hermal Ibrahim sebagai sekretaris.

Dipihak lain, masyarakat pedalaman yang berasal dari Kecamatan Bulik, Lamandau dan Delang yang berada di perantauan khususnya di Palangka Raya melakukan langkah-langkah konkrit dalam mencermati Rencana Pemekaran Kabupaten Lamandau dengan membuat Study Kualitatif, yang diprakarsai oleh Drs. Nahson Taway, Drs. Iba Tahan, MS, Ir. Farintis Sulaiman dan Charles Rakam Mamud, S.Pd dan pembuatan study kualitatif Pembentukan Kabupaten Lamandau ini telah dibicarakan dalam Pertemuan Kerukunan Tamuai Kotawaringin Barat di Palangka Raya tanggal 7 November 1999.

Untuk selanjutnya, hasil pertemuan ini dapat disosialisasikan kepada masyarakat di Kecamatan Bulik, Kecamatan Lamandau dan Kecamatan Delang untuk diusulkan kepada Pemerintah melalui Pemerintahan Kabupaten Kotawaringin Barat tentang penggabungan Kecamatan Bulik, Lamandau dan Delang.

Pada tanggal 10 Nopember 1999, atas prakarsa Drs. Nahson Taway, para tokoh masyarakat yang berasal dari Kecamatan Bulik, Kecamatan Lamandau dan Kecamatan Delang, mengadakan pertemuan di Pangkalan Bun, dengan keputusan mengusulkan melalui Surat kepada DPRD Kabupaten Kotawaringin Barat, DPRD Provinsi Kalimantan Tengah dan Gubernur Kalimantan Tengah agar wilayah bekas Kewedanaan Nanga Bulik (Kecamatan Bulik, Kecamatan Lamandau dan Kecamatan Delang) disatukan menjadi “KABUPATEN LAMANDAU” dengan Lampiran Study Kualitatif yang ditulis oleh keempat penulis tersebut diatas.

Surat  Usulan tersebut ditandatangani oleh 8 (delapan) orang atas nama Masyarakat Pedalaman yaitu:

  1.     CS. Phaing
  2.     Drs. Nahson Taway
  3.     Drs. Don F. Ringkin
  4.     Harigano Ringkas
  5.     Musringin
  6.     Sama Dj. Mamud
  7.     Helkia Penyang
  8.     Tommy Hermal Ibrahim

Pada tanggal 17 Nopember 1999, Drs. Iba Tahan, MS, Inte Sartono, SH, Markos Dj. Mamud, S.Hut, Charles Rakam, S.Pd, melakukan ekspose melalui SKH Kalteng Pos untuk menjelaskan keinginan masyarakat Pedalaman Kotawaringin Barat menyatukan Kecamtan Bulik, Lamandau dan Delang dalam Kabupaten Lamandau. (SKH Kalteng Pos tanggal 18 Nopember 1999, halaman 2).

Pada tanggal 4 Desember 1999 melalui juru bicara yaitu bapak H. Muchlisin pada Kunjungan Pejabat Bupati Kabupaten Kotawaringin Barat Drs. Matlim Alang menyampaikan pernyataan sikap yang intinya menyatakan menolak bergabung dengan Kotawaringin Barat dan Kabupaten Sukamara hasil pemekaran serta mendukung sepenuhnya rencana Pembentukan Kabupaten Lamandau yang terdiri dari Kecamatan Bulik, Kecamatan Lamandau dan Kecamatan Delang.

Pada tanggal 6 Januari 2000 ketika kunjungan pejabat Gubernur Kalimantan Tengah yaitu Bapak Rapiudin Hamarung, masyarakat Kecamatan Bulik, Lamandau dan Delang kembali menyampaikan pernyataan sikap secara tegas agar ketiga Kecamatan tersebut dimekarkan menjadi Kabupaten Lamandu.

Tanggal 8 Juli 2000 atas prakarsa dari Forum Komunikasi Masyarakat Pedalaman Bulik, Lamandau dan Delang (FKMP-BULANG) dilaksanakan Musyawarah Besar Masyarakat Kecamatan Bulik, Lamandau dan Delang di Nanga Bulik, dalam rangka menyamakan Visi dan Misi pembentukan Kabupaten Lamandau (P3KL) setelah dilakukan Pemilihan Secara Demokratis maka terpilijlah Bapak Mozes Pause, SH sebagai Ketua Umum dan Bapak tommy Hermal Ibrahim sebagai sekretaris umum.

Kemudian melalui Rapat Kerja P3KL maka disusunlah proposal Rencana Pembentukan Kabupaten Lamandau sebagai bahan ekspose di depan Independen Labsos Fisip UI di Hotel Wisata Jakarta tanggal 15 Oktober 2001.

Pada saat ekspose tersebut selain Bupati dan Ketua DPRD Kotawaringin Barat turut hadir anggota DPRD Propinsi Kalimantan Tengah yaitu Bapak San Marwan dan Bapak Ir. Kemal Naseri. Kemudian dari Kabupaten Kotawaringin Barat turut hadir Bapak Drs. Daud Juanda (Ass I Kabupaten Kotawaringin Barat) dan Bapak Drs. Wahyudi, M.Si. Sedangkan Utusan dari P3KL yaitu Bapak Mozes Pause, SH, Bapak Tommy Hermal Ibrahim, Bapak Andreas Nahan, S.IP, Bapak H. Arsyadi Madiah, Bapak Drs. Frans Evendi.

Kemudian hasil Ekspose di Jakarta tersebut disosialisasikan kepada masyarakat Kecamatan Bulik, Kecamatan Lamandau dan Kecamatan Delang pada tanggal 5 Februari 2002 di Nanga Bulik.

Pengesahan Undang-Undang Nomor 5 tahun 2002 tentang Pembentukan Kabupaten di Provinsi Kalimantan Tengah di Jakarta dihadiri oleh P3KL terdiri dari:

  1.     Drs. Iba Tahan, MS
  2.     H. Arsyadi Madiah
  3.     Idara Y. Kunum
  4.     H. Burhan
  5.     Ibramsyah Ambram
  6.     Darmawi Juwahir
  7.     Syubandi, HM.
  8.     Vincentius Huang
  9.     Drs. Frans Evendi
  10.     Imanuel Gerzon
  11.     Luyen, K
  12.     Evendi Buhing

Acara pelantikan Bapak Drs. Regol Cikar sebagai Pejabat Bupati Lamandau oleh Gubernur Kalimantan Tengah atas nama Menteri Dalam Negeri di depan sidang Paripurna DPRD Provinsi Kalimantan Tengah di Palangka Raya pada tanggal 8 Juli 2002.

Tanggal 12 Juli 2002, aktifitas Kantor Bupati yang beralamat di jalan Tjilik Riwut No. 10 Nanga Bulik (eks Kantor Camat Bulik) mulai dibuka dengan jumlah personil pelaksana sebanyak 5 (lima) orang atas dasar instruksi Pejabat Bupati Lamandu. Adapun kelima orang tersebut adalah:

  1.     Andreas Nahan, S.IP
  2.     Ganti P. Kanisa, SSTP
  3.     H. Arsyadi Madiah
  4.     Abdul Rasyid. S
  5.     Cahyano

Sebagai ungkapan rasa syukur atas Rahmat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa, pad tanggal 3 Agustus 2002 masyarakat Kecamatan Bulik, Lamandau dan Delang melaksanakan Acara Syukuran atas terbentuknya Kabupaten Lamandau yang dipusatkan di Bundaran Bukit Hibul yang merupakan Rencana Areal Perkantoran Pemda Kabupaten Lamandau. Acara tersebut dihadiri oleh Wakil Gubernur Kalimantan Tengah (Bapak Drs. Nahson Taway), Biro Tata Praja Setda Propinsi Kalimantan Tengah serta Bupati Kotawaringin Barat.

Dalam acara syukuran tersebut dilakukan Peletakan Prasasti Kabupaten Lamandau oleh Wakil Gubernur Kalimantan Tengh, atas nama Menteri Dalam Negeri, sekaligus penyerahan Hibah Lahan Perkantoran dari Masyarakat Nanga bulik oleh Bapak Muchtar Dahni, dkk atas nama masyarakat Nanga Bulik.

Demikian riwayat singkat pembentukan Kabupaten Lamandau yang dapat kami sampaikan. Kami menyadari bahwa Riwayat Singkat Pembentukan Kabupaten Lamandau yang kami susun ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu bukan unsur kesengajaan untuk mengaburkan fakta sejarah. Untuk kesempurnaan Sejarah Pembentukan Kabupaten Lamandau kedepan, perlu penyusunan yang lebih detail dengan melibatkan seluruh pelaku sejarah.