Lamandau – Usai apel satgas Karhutla di lapangan desa Batu Hambawang, kamis (15/10), Bupati beserta rombongan apel menuju Lahan seorang warga desa Batu Hambawang yang bersedia untuk dijadikan lahan simulasi karhutla dan tata cara pembakaran lahan bagi peladang berbasis kearifan lokal.
Dilokasi dijelaskan oleh BPBD bagaimana cara membakar lahan berbasis kearifan lokal bagi peladang/petani diawali dengan pemilik ladang melaporkan kepada mantir adat setempat untuk membakar ladangnya dan selanjutnya mantir adat akan melaksanakan ritual adat “mencucul huma” (baca: membakar lahan).
Ritual “mencucul huma” meliputi ritual “gantung nyiru/patung tantayut” yang bertujuan untuk memanggil “dara angin” agar huma (ladang) yang akan dibakar dapat terlahap oleh api sehingga setelahnya dapat menghasilkan kualitas bakaran yang baik.
Setelah “gantung nyiru/patung tantayut” ritual berikutnya merupakan salah satu bentuk permohonan Mantir Adat kepada Sangiang Duwata agar dihindarkan dari gangguan setan yang mungkin akan mengganggu proses pelaksanaan mencucul huma/ladang agar kobaran api tidak menyebar atau merembet keluar ladang, warga setempat menyebutnya sebagai “besombur besuhar”.
Dalam proses pembakaran ladang alat yang digunakan meliputi “poring mati” (bambu kering), alat tradisional ini merupakan alat yang sudah biasa secara turun-temurun untuk melaksanakan budaya membakar ladang yaitu dengan cara dibakar ujung bambu kering tersebut lalu diarahkan ketumpukan kayu/ranting di ladang yang akan dibakar.
Sebagai penutup ritual bahwa selesai membakar diadakan minum “tuak” (jenis minuman beralkohol dari hasil fermentasi beras) bersama petugas penjuru penjaga di sudut-sudut ladang yang dibakar.Kepada pewarta, Bupati menyampaikan bahwa dengan disahkannya Peraturan Daerah Provinsi Kalimantan Tengah Nomor 1 Tahun 2020 tentang Pengendalian Kebakaran Lahan, merupakan pengendalian terjadinya kebakaran lahan, bukan pembebasan pembakaran lahan sehingga tehindar dari kegiatan pembakaran yang dilakukan secara sembunyi-sembunyi yang mengakibatkan tidak terkontrolnya sebaran api.
Bupati menambahkan agar dapat dipastikan yang dibakar adalah ladang bukan hutan dengan terlebih dahulu di olah sekat bakar kurang lebih 3 (tiga) meter, kayu dan ranting dikumpulkan menjadi tumpukan-tumpukan baru dilakukan pembakaran.
“Dari hasil evaluasi selama ini banyak lahan yang karena ketakutan, dibakar lalu ditinggalkan begitu saja dan hari ini kita samakan persepsi tentang bagaimana membakar lahan dengan kearifan lokal di wilayah Kabupaten Lamandau”, ujar Bupati Hendra Lesmana. (Diskominfo)